Artikel Bubur California, Fungisida Organik dari Kapur dan Belerang, Cara Mudah Atasi Gangguan Jamur pada Tanaman Padi pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Suroso, selaku Penyuluh Pertanian Pendamping Desa mengungkapkan bahwa adanya kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan motivasi, partisipasi, dan kemampuan petani. “Utamanya dalam pengelolaan agroekosistem sesuai dengan prinsip dasar PHT dan pertanian yang ramah lingkungan,” katanya.
Dalam acara tersebut dilakukan praktek meracik Bubur California. Bubur California merupakan fungisida organik yang cukup ampuh melawan penyakit jamur. Cara membuat bubur california sangat mudah dan bahannya pun mudah diperoleh. Bubur california dapat digunakan sebagai fungisida alami untuk mengendalikan dan mencegah berbagai jenis penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur patogen.
Pembuatan Bubur California cukup sederhana, hanya menyediakan serbuk belerang (belerang halus), kapur gamping (yang sudah halus), dan air dengan perbandingan 1 : 2 : 10. Adapun cara pembuatannya dimulai dengan air direbus sampai mendidih, setelah mendidih masukkan belerang dan kapur. Larutan diaduk sampai warna berubah menjadi coklat kemerahan. Mengingat bahan baku utamanya adalah belerang, maka sangat disarankan dalam proses pembuatannya harus menggunakan alat pelindung diri, khususnya masker untuk mencegah terhirupnya uap saat proses memasak bubur california.
Bubur California yang sudah jadi didiamkan sampai dingin dan terpisah antara cairan dan endapan. Setelah 1 x 24 jam, cairan diambil untuk digunakan sebagai fungisida. Dosis penggunaannya adalah 1 gelas (200 ml) Bubur California dicampurkan ke dalam 1 tanki air bersih. Semprotkan ke tanaman yang terserang jamur dengan nozzle mengabut.
Penggunaan belerang dan kapur sebagai bahan pembuatan fungisida organik memiliki banyak kelebihan. Beberapa diantaranya yakni dapat menekan biaya pestisida, lebih ramah lingkungan, dan tidak mengandung toksik bagi kesehatan manusia. Sederhananya, petani dapat membuat sendiri bubur california dan mengimplementasikannya ke lapangan memulai kemandirian tanpa ketergantungan pestisida sintetik dalam proses budidaya. Bubur California juga efektif dalam mengatasi gangguan tanaman yang disebabkan oleh cendawan atau jamur dan jenis-jenis tertentu dari golongan akarina.
Pipit, salah seorang peserta, mengungkapkan bahwa teknik pengendalian secara organik seperti ini dianggap cukup mudah dan murah. “BC atau Bubur California diharapkan dapat menjadi alternatif pengendali OPT bagi petani dan menekan ketergantungan petani terhadap produk pestisida,” ungkapnya. Selain itu, dengan kegiatan ini diharapkan akan semakin banyak petani yang mengetahui informasi mengenai banyaknya alternatif untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman. “Contohnya dari bahan belerang dan sulfur ini yang ketersediannya melimpah di sekitar kita. Selain itu, bisa disimpan hingga bertahun-tahun,” imbuhnya. (ULFA-IMANTO)
Artikel Bubur California, Fungisida Organik dari Kapur dan Belerang, Cara Mudah Atasi Gangguan Jamur pada Tanaman Padi pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Artikel EKSPLORASI MIKROORGANISME LOKAL PLUS BERBAHAN BONGGOL PISANG DAN PGPR UNTUK PENCAPAIAN PRODUKSI YANG OPTIMAL pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Damun sebagai Petugas POPT Kecamatan Sampung menjelaskan bahwa melalui program P4 petani bisa memasyarakatkan prinsip Pengelolaan Hama Terpadu.
“Ada 4 prinsip yang harus diterapkan di tingkat petani yaitu budidaya tanaman sehat salah satunya dengan pembuatan mikroorganisme lokal, melestarikan musuh alami salah satunya dengan penanaman refugia, pengamatan mingguan untuk mengetahui data agroekosistem yang ada, serta petani mau dan mampu menjadi ahli PHT,” ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, petani diajak membuat Mikroorganisme Lokal (MOL) Plus berbahan dasar bonggol pisang dan juga Pembuatan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Fungsi dari MOL plus ini adalah untuk memperbaiki lingkungan fisik, biologi dan kimia tanah, sebagai biodecomposer pupuk organik, menekan perkembangan penyakit dan stimulator pertumbuhan tanaman.
Tri Harianto, salah satu pengurus dari kelompok tani Tani Makmur Desa Glinggang merasa sangat antusias dengan adanya kegiatan ini.
”Dengan adanya kegiatan P4, petani khususnya anggota kelompok mampu belajar dan praktik langsung memanfaatkan bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar seperti air leri, urine sapi/kambing, bonggol pisang, akar bambu dan sebagainya yang mudah didapat untuk membuat MOL. Ini sangat bermanfaat, petani bisa menekan biaya dan harapannya memperoleh hasil produksi panen yang optimal,” ujarnya.
Adanya kegiatan ini diharapkan petani menjadi petani yang mandiri dan menguasai teknologi sederhana. Sehingga petani dapat dan mau berinovasi dalam memanfaatkan apa yang ada di alam. (Imanto-Ulfa)
Artikel EKSPLORASI MIKROORGANISME LOKAL PLUS BERBAHAN BONGGOL PISANG DAN PGPR UNTUK PENCAPAIAN PRODUKSI YANG OPTIMAL pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Artikel Pengamatan Petak Tetap sebagai Langkah Dasar Pengendalian OPT pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) kerap kali menjadi ancaman bagi produktivitas hasil tanaman Padi di wilayah Kecamatan Ngrayun. Kusharyono selaku Petugas Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) mengatakan bahwa seranganOPT dapat dilakukan mitigasi lebih awal dengan cara melakukan Pengamatan berkala pada daerah yang telah ditetapkan sebagai Petak Pengamatan Tetap.
“Upaya ini sebagai bagian awal dalam penyusunan langkah-langkah operasional pengendalian OPT dan mengatasi Dampak Perubahan Iklim (DPI),” ujarnya.
Penyuluh Pertanian dalam hal ini juga ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan Pengamatan Petak Tetap karena menjadi bagian dari tugas Pendampingan di wilayah binaannya.
Kadirin selaku Ketua Poktan Banyu Urip sangat mengapresiasi dan mendukung kegiatan pengamatan ini.
“Kegiatan ini sangat membantu dalam mengetahui gejala-gejala perubahan iklim yang akan berdampak pada potensi serangan OPT di lahan sawah nantinya,” ucapnya.
Pengamatan Petak Tetap dilakukan semenjak tanaman berumur 7 Hari Setelah Tanam (HST) dan Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, OPT yang menyerang, keberadaan musuh alami, ketinggian air, dan warna daun. Pelaporan dari hasil kegiatan Pengamatan Petak Tetap ini akan mampu memberikan informasi awal yang diperlukan untuk menyusun rencana operasional perlindungan tanaman pangan, tindakan korektif, serta penyediaan sarana pengendalian OPT dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Dengan adanya Pengamatan Petak Tetap diharapkan petani mampu mendapatkan hasil produksi yang meningkat dengan meminimalisir kegagalan panen akibat serangan OPT maupun DPI dan mampu menekan biaya produksi. (Arief Pandu Wahyuadi)
Artikel Pengamatan Petak Tetap sebagai Langkah Dasar Pengendalian OPT pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>