Artikel CEGAH KERUSAKAN TANAMAN AKIBAT SERANGAN OPT, PETANI TEMBAKAU LAKUKAN GERDAL pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Dalam materinya, Didik selaku petugas BBP2TP menyampaikan kepada petani bagaimana cara untuk membedakan macam-macam OPT dan gejala yang ditimbulkan, sehingga petani dapat mengenali jenis serangan dan mengendalikannya dengan tepat. Pada kesempatan ini disebutkan juga bahwa gerakan pengendalian dilakukan dengan menggunakan Agen Pengendali Hayati (APH) berupa Trichoderma. APH jenis Trichoderma ini berguna sebagai biofungisida yang berarti Trichoderma merupakan fungisida hayati yang bermanfaat dalam mengendalikan jamur patogen.
Tidak hanya pelaksanaan gerakan pengendalian secara massal menggunakan APH, pada kegiatan ini anggota kelompok tani Rahayu juga mendapatkan manfaat berupa hand sprayer elektrik sejumlah 10 unit. Hand sprayer ini merupakan salah satu bentuk perhatian dan dukungan pemerintah terhadap petani yang ada di Kabupaten Ponorogo, khususnya kelompok tani Rahayu Desa Sendang Kecamatan Jambon. Tentu saja dukungan ini sangat diterima oleh anggota kelompok tani. “Alhamdulillah, terimakasih kepada Dinas Pertanian dan Pemerintah, sudah memberikan kami bantuan hand sprayer. Tentu saja ini sangat bermanfaat dan sangat membantu kegiatan kami para petani,” terang Edy, salah satu peserta gerdal.
Selain itu, Ratna selaku perwakilan dari Bidang Perkebunan dalam sambutannya juga menyampaikan bahwa dengan adanya kegiatan ini diharapkan petani semakin bersemangat dalam berbudidaya, khususnya tanaman tembakau. Beliau juga berharap bahwa ke depannya, petani dapat mengembangkan sendiri ilmu yang didapatkan pada hari ini, yakni pengembangan APH sebagai pengendali hayati untuk menggantikan pestisida kimia. “Bapak-Bapak sekalian, nanti ilmu yang disampaikan tadi jangan hanya berhenti disini. Sebisa mungkin, monggo kita kembangkan APH untuk menggantikan kebutuhan pestisida kimia di tembakau Bapak-Bapak sekalian,” ungkapnya. (yhltrwln)
Artikel CEGAH KERUSAKAN TANAMAN AKIBAT SERANGAN OPT, PETANI TEMBAKAU LAKUKAN GERDAL pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Artikel SL-PHT TEMBAKAU DI DESA BITING, WUJUDKAN PERTANIAN ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>PHT (Pengendalian Hama Terpadu) adalah suatu cara pendekatan/cara berfikir/falsafah pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang bertanggungjawab. Adapun sasaran dari PHT adalah produktivitas pertanian tinggi, kesejahteraan petani meningkat, populasi dan kerusakan hama tetap berada pada aras (tingkatan) yang secara ekonomis tidak merugikan, serta kualitas dan keseimbangan lingkungan terjamin dalam usaha mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan.
SL-PHT Tanaman Tembakau di Kelompok Tani Enggal Makmur dilaksanakan selama 5 kali pertemuan. Pada pertemuan kedua hari Jumat, 13 Oktober 2023, telah dilaksanakan dengan materi Pembuatan Agen Pengendali Hayati (APH). Endah Widuri selaku Kepala Bidang Perkebunan Dipertahankan Kabupaten Ponorogo mengajak peserta untuk mempraktekkan hasil SL-PHT ini. “Mari kita menerapkan pertanian yang ramah lingkungan dengan pertanian organik, salah satunya dengan pembuatan APH,” ujarnya.
Agen Pengendali Hayati adalah setiap organisme atau mahluk hidup, terutama serangga, cendawan/jamur, cacing, bakteri, virus dan binatang lainnya yang dapat dipergunakan untuk pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Pada dasarnya, agen hayati dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: predator, parasitoid, patogen serangga, dan antagonis patogen tumbuhan. Pada SL-PHT kali ini peserta SL-PHT diajarkan cara membuat APH jamur Beauveria bassiana, bakteri Pseudomonas dan jamur Trichoderma.
Didik, Petugas POPT (Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman) Perkebunan Kabupaten Ponorogo bersama dengan peserta SL-PHT Tanaman Tembakau mempraktikkan pembuatan APH dengan seksama. Bahan yang dibutuhkan pada pembuatan APH adalah:
Dengan kegiatan SL-PHT pembuatan APH ini diharapkan petani dapat membuat sendiri APH untuk diaplikasikan di lahannya masing-masing. APH adalah musuh alami bagi hama dan penyakit di lahan pertanian dan perkebunan, sehingga aplikasi APH di lahan ini harapannya dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia untuk mewujudkan pertanian ramah lingkungan. (Salma Azizah)
Artikel SL-PHT TEMBAKAU DI DESA BITING, WUJUDKAN PERTANIAN ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Artikel Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Tembakau Di Kecamatan Kauman pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Kegiatan gerakan pengendalian tersebut diawali dengan pengarahan dari Kepala Bidang Perkebunan (Endah Widuri), persiapan penyemprotan agen hayati pada tanaman, serta penyemprotan pada tanaman tembakau. Kegiatan dilanjutkan dengan pengarahan dari Bidang Perkebunan (Didik Darmanto) tentang hama dan penyakit tanaman tembakau serta cara pengendalian yang tepat dan ramah lingkungan.
“Petani harus aktif melakukan pengamatan pada lahan tembakau sehingga jika terdapat serangan hama dan penyakit dapat dikendalikan secara optimal,” ujar Endah Widuri dalam sambutannya. Menanam tembakau bagi petani merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjanjikan. Namun demikian dalam setiap kali musim tanam tembakau tidak selalu mendapat hasil yang memuaskan karena adanya serangan hama dan penyakit. Kegiatan gerdal ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada petani tembakau dalam upaya mengendalikan OPT tanaman tembakau serta dapat membedakan jenis OPT yang menyerang mulai dari hama, penyakit, atau virus.
Didik Darmanto selaku petugas Balai Perbenihan dan Proteksi Perkebunan menjelaskan bahwa saat ini petani harus bisa membedakan hama dan penyakit pada tanaman tembakau, penyebab munculnya OPT, serta langkah pengendalian yang tepat. ‘’Petani harus mengurangi penggunaan pestisida kimia pada tanaman dan diharapkan mau membuat serta mengaplikasikan agen pengendalian hayati pada tanaman untuk pengendalian hama secara terpadu dan juga ramah lingkungan. Penggunaan bahan kimia yang terus menerus pada tanah dan tanaman akan berdampak buruk di kemudian hari,” lanjutnya.
Penyemprotan dilakukan dengan agen pengendalian hayati Trichoderma. Trichoderma sp. merupakan jenis jamur yang ada disekitar perakaran tanaman, bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah. (Dora Dwi J.)
Artikel Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Tembakau Di Kecamatan Kauman pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Artikel BPP SAMBIT MENGADAKAN PELATIHAN TEMATIK PENGEMBANGAN AGEN HAYATI MELALUI MEDIA PADAT DAN CAIR UNTUK PETANI MUDA pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Pelatihan tersebut dibuka dan dimoderatori oleh Mulijadi selaku Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan Sambit. Beliau menuturkan bahwa pemilihan tema perbanyakan agen hayati ini dilatarbelakangi oleh banyaknya petani tanaman hortikultura serta petani tembakau yang mengeluhkan penyakit layu fusarium. “Salah satu pengendalian penyakit layu fusarium yang ramah lingkungan adalah dengan pengembangan agen hayati Trichoderma sp.,” ujarnya.
Kegiatan selanjutnya adalah pemaparan materi dari dua narasumber, yang pertama oleh Rita Kusuma Yudiantie yang memberikan materi tentang perbanyakan agen hayati melalui media padat. Trichoderma sp. adalah salah satu patogen antagonis penghuni tanah yang berfungsi sebagai pupuk biologis dan agen pengendali hayati terhadap mikroba lain, khususnya dari kelompok penyakit patogen tanaman. “Manfaat dari Trichoderma ini selain sebagai biofungisida juga sebagai dekomposer dan biofertilizer yang mampu menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah,” ungkapnya. Alat dan bahan yang dipakai untuk perbanyakan Trichoderma antara lain: panci pengukus, kompor, plastik, alkohol, lilin, sprayer, steples, isolat Trichoderma, dan jagung sebagai media padatnya. Jagung dicuci sampai bersih kemudian dikukus selama 20 menit. Setelah itu, jagung ditiriskan di nampan dan diangin-anginkan sampai dingin kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Setelah plastiknya dingin dikukus lagi dalam panci selama 30 menit untuk sterilisasi. Setelah 30 menit diangkat dari panci, didinginkan, dan diinokulasi dengan Trichoderma, kemudian simpan di suhu ruang yang bersih selama 14 hari.
Materi berikutnya adalah pengembangan agen hayati Beauveria bassiana melalui media cair yang disampaikan oleh penyuluh pertanian Kecamatan Sambit, Yulnisa Prajarindria. “Agen hayati Beauveria bassiana dapat digunakan sebagai pengendali hama wereng batang cokelat maupun wereng batang hijau pada tanaman padi, serta hama walang sangit dan kepinding tanah,” paparnya. Beliau juga menjelaskan alat dan bahan yang digunakan, yaitu galon, aerator, selang, botol plastik bekas, kentang, isolat Beauveria bassiana, gula pasir, miyak goreng, alkohol, kapas, dan bubuk PK. Kentang dikupas, cuci bersih, dan iris tipis, kemudian direbus dengan air galon sampai empuk. Air rebusan kentang kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam galon, tambahkan gula cair, dan sedikit minyak goreng, kemudian simpan hingga dingin. Setelah dingin baru masukkan isolat Beauveria bassiana, kemudian disambungkan dengan rakitan fermentator yang terdiri dari aerator, botol antiseptik, dan botol yang diisi kapas. Inkubasi selama 14 hari.
Para petani muda yang hadir pada pelatihan ini terlihat sangat antusias dan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan hingga pukul 13.00 WIB. Mereka juga menuliskan Rencana Tindak Lanjut (RTL) untuk bisa dipraktekkan di kelompok tani masing-masing. (rindriapraja)
Artikel BPP SAMBIT MENGADAKAN PELATIHAN TEMATIK PENGEMBANGAN AGEN HAYATI MELALUI MEDIA PADAT DAN CAIR UNTUK PETANI MUDA pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Artikel GERAKAN PENGENDALIAN AKABI (KEDELAI) MENGGUNAKAN AGEN PENGENDALI HAYATI (APH) pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Kegiatan Gerakan Pengendalian Akabi (kedelai) tersebut diawali dengan pengarahan dari POPT Kecamatan Bungkal, Kusharyono, “Pengertian Gerakan pengendalian Akabi, yaitu upaya pengendalian responsif yang dilaksanakan secara bersama-sama dalam hamparan yang luas berdasarkan hasil pengamatan OPT yang dilakukan oleh POPT, selain itu dijelaskan juga pelaksanaan penyemprotan agar memberikan dampak yang baik harus menerapkan prinsip 6 tepat (6T) yaitu 1. tepat sasaran, 2. tepat jenis, 3. tepat dosis dan konsentrasi, 4. tepat cara, 5. tepat waktu serta 6. tepat mutu,“ ungkapnya.
Dalam kesempatan itu Wuryaning Handayani selaku Korwil UPT Proteksi TPH Madiun mengatakan bahwa dalam rangka mengamankan produksi tanaman aneka kacang dan umbi, maka Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan menyelenggarakan kegiatan Gerakan OPT Akabi. Dalam hal ini untuk tanaman kedelai yang berada di Poktan Bende Mas Desa Sambilawang Kecamatan Bungkal Kabupaten Ponorogo.
“Gerakan pengendalian OPT Akabi ini diutamakan menggunakan bahan pengendali yang ramah lingkungan. Hal ini sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan pembangunan pertanian berkelanjutan yang didasarkan pada pertimbangan ekologi agar tidak mengakibatkan resistensi dan resurjensi OPT serta tidak membahayakan kesehatan manusia,” jelasnya.
Pada dasarnya, kegiatan ini bertujuan untuk mengendalikan serangan OPT di lokasi sumber serangan dan menurunkan intensitas serangan OPT pada hamparan yang luas. Sedangkan sasaran dari kegiatan ini adalah memberdayakan dan meningkatkan peran serta petani dan masyarakat dalam pelaksanaan Gerakan massal Pengendalian OPT serta mengamankan pertanaman dari serangan OPT serta meminimalkan kerugian secara ekonomis.( Yani Triastuti)
Artikel GERAKAN PENGENDALIAN AKABI (KEDELAI) MENGGUNAKAN AGEN PENGENDALI HAYATI (APH) pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Artikel Gerakan Aplikasi APH Beauveria bassiana di Poktan Sri Mukti Desa Lengkong pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Damun menjelaskan bahwa yang melatarbelakangi gerakan aplikasi pengendalian hayati ini adalah adanya potensi serangan Organisme Pengganggu Tanaman terutama Wereng Batang Cokelat (WBC) di wilayah Kecamatan Sukorejo. Untuk saat ini, padi Desa Lengkong secara umum masih berumur sekitar 60 HST. Oleh karena itu, gerakan alikasi APH Beauveria bassiana yang disponsori oleh M. Sholeh ini sangat penting dalam rangka mengendalikan serangan OPT Wereng Batang Cokelat.
Masih dalam penjelasan POPT Kecamatan Sukorejo, Agen Pegendali Hayati (APH) merupakan mikroorganisme (urip-uripan) yang sangat dianjurkan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). APH Beauveria bassiana ini sebaiknya diaplikasikan sebelum ada serangan OPT. Dengan harapan APH yang terdiri dari mikroorganisme (urip-uripan) bisa bekerja lebih baik dan maksimal. “Urip-uripan iki tugase mbantu wong tani, tentarane wong tani, supoyo tentara-tentara niku saget njagi tanduran pari (Mikroorganisme ini tugasnya membantu petani, tentaranya petani, dengan tujuan tentara-tentara tersebut bisa menjaga tanaman padi dari serangan Wereng Batang Coklat). Selama ini, petani mengetahui padinya terkena wereng bila padi sudah berubah warna, yang sebelumnya warna daun hijau berubah menjadi coklat kering,” ujarnya.
Damun menganjurkan para petani untuk mulai mengaplikasikan APH ini sejak dini di lahan. Apalagi APH bisa diproduksi sendiri. Hal ini selain bisa menjaga ekosistem alam persawahan, juga bisa meminimalkan biaya perawatan pertanian.
Sementara itu Koordinator POPT Kabupaten Ponorogo, Suwarni, menjelaskan bahwa sebelum melakukan penyemprotan pestisida kimia pada tanaman padi yang perlu dilakukan adalah pengamatan. Dari hasil pengamatan yang baik, diharapkan bisa diputuskan apakah tanaman padi layak untuk disemprot dengan pestisida kimia atau tidak. “Hal ini dilakukan dengan harapan untuk mengurangi biaya perawatan dan menjaga kualitas keberadaan ekosistem lingkungan persawahan,” ungkapnya.
Suwarni menambahkan bahwa dalam aplikasi APH Beauveria bassiana ini sebaiknya dilakukan saat padi belum terkena serangan OPT. “Waktu penyemprotan sebaiknya sore hari, sekitar jam 15.00-17.00, atau pagi hari, sekitar jam 06.00,” lanjutnya. Adapun takaran/dosisnya adalah sebanyak 1 gelas air mineral (220 ml) untuk setiap tangki.
Dengan kegiatan gerakan aplikasi Agen Pengendali Hayati ini diharapkan petani akan lebih terbiasa melakukan pencegahan hama dan penyakit tanaman dibandingkan pengendalian menggunakan pestisida kimia. (Hadi Siswanto)
Artikel Gerakan Aplikasi APH Beauveria bassiana di Poktan Sri Mukti Desa Lengkong pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Artikel Eksplorasi Jamur Trichoderma di Kelompok Tani Sri Tani Mojomati pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Wuryaning Handayani selaku Korwilker Proteksi TPH Madiun dan pemateri memberikan arahan sebelum pelaksanaan ekplorasi jamur Trichoderma sp. di Kelompok Tani Sri Tani. Dalam arahannya, beliau mengajak petani untuk mengendalikan hama menggunakan agen hayati dengan memanfaatkan bahan baku langsung berasal dari wilayah setempat. “Eksplorasi merupakan kegiatan untuk memperoleh jamur Trichoderma sp. dari alam dengan melakukan pengambilan sampel tanah dari habitat sekitar perakaran tanaman yang tampak subur, yaitu perakaran bambu,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, petani diajak membuat jamur Trichoderma sp. Jamur Trichoderma sp. merupakan salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah dan biofungisida. Mikroorganisme ini adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan, misalnya perakaran bambu dan tanah subur lainnya. Trichoderma sp. disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Penggunaan pupuk biologis dan agen hayati Trichoderma sp. sangat efektif mencegah penyakit busuk pangkal batang dan busuk akar yang menyebabkan tanaman layu. Hal tersebut sesuai dengan permasalahan yang ditemukan pada tanaman jagung di Desa Mojomati, yaitu busuk batang.
Yuningsih sebagai Petugas Teknis Wilker Proteksi TPH Madiun yang juga menjadi pemateri pada kegiatan tersebut menjelaskan bagaimana teknis eksplorasi. “Metodenya adalah dengan mengambil sampel tanah yang berada diperakaran bambu dengan kondisi tanah yang lembab,” ungkapnya. Jamur Trichoderma sp. kemudian diisolasi, dimurnikan, dan dikembangkan secara sederhana menggunakan umpan berupa media nasi.
Adanya kegiatan ini diharapkan petani menjadi petani yang mandiri dan menguasai teknologi sederhana. Sehingga petani dapat dan mau berinovasi dalam memanfaatkan apa yang ada di alam. (Akarwijayanti)
Artikel Eksplorasi Jamur Trichoderma di Kelompok Tani Sri Tani Mojomati pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Artikel GERAKAN PENGENDALIAN WBC DI KECAMATAN JENANGAN pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>Koordinator POPT Kab. Ponorogo, Suwarni, memberikan arahan sebelum pelaksanaan gerdal di Kelompok Tani Selo Mandiri. Dalam arahannya, Suwarni mengajak petani untuk melakukan pengamatan secara rutin terhadap tanamannya paling tidak seminggu sekali. Adapun pengamatan yang dilakukan harus benar-benar menyeluruh sampai ke bagian pangkal batang. “Wereng batang cokelat lokasinya ada di bonggol tanaman padi, sehingga pengamatannya juga dilakukan di bagian bonggol tersebut,” lanjutnya. Jika pengamatan dilakukan dengan benar, resiko serangan yang sampai menimbulkan kerugian besar akan dapat dihindari. Petani akan tahu kapan waktu yang tepat untuk melakukan pengendalian dengan insektisida.
Suwarni juga mengingatkan bahwa penggunaan insektisida sebagai pencegahan serangan WBC bukan merupakan hal yang benar. Penyemprotan insektisida saat investasi WBC masih di bawah ambang (kurang dari 20 ekor per rumpun) justru dapat mematikan musuh alami WBC yang ada di lahan sawah. “Pencegahan yang tepat adalah dengan penggunaan agen pengendali hayati yang merupakan jamur patogen untuk wereng,” ujarnya. Penggunaan agen pengendali hayati (APH) tidak akan mengganggu musuh alami lain, seperti laba-laba, tomcat, capung, dan lain sebagainya.
Tri Budi Widodo yang juga hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan bahwa pemilihan varietas tanaman juga merupakan faktor penting yang perlu dilakukan sebagai usaha pencegahan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). “Hindari penggunaan benih yang belum tersertifikasi karena bisa jadi malah membawa penyakit baru untuk tanaman,” tuturnya. Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura tersebut menyarankan agar di kelompok tani dilakukan diskusi mengenai varietas yang toleran terhadap OPT berdasarkan pengalaman sebelumnya. Jika memungkinkan akan lebih baik jika dalam satu hamparan ditanam varietas yang sama.
Selain gerdal di kedua Kelompok Tani tersebut, Penyuluh Pertanian dan POPT Kecamatan Jenangan juga terus melakukan monitoring dan upaya pencegahan di wilayah lain di Kecamatan Jenangan. Harapannya, lahan yang terserang WBC segera tertangani dan tidak menyebar ke lahan lainnya. (Purwati)
Artikel GERAKAN PENGENDALIAN WBC DI KECAMATAN JENANGAN pertama kali tampil pada Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan.
]]>