NAIK KELAS, PETANI TEMBAKAU DAN PENYULUH PERTANIAN PENDAMPING BERSINERGI DALAM PENERAPAN MANAJEMEN AGRIBISNIS USAHA TANI TEMBAKAU

PONOROGO – Pada hari Selasa, 20 Februari 2024 telah diadakan Pelatihan Manajemen Agribisnis Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di Hall Room Hotel Amaris Ponorogo. Pemerintah Kabupaten Ponorogo melalui Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dipertahankan) Kabupaten Ponorogo sebagai penyelenggara tercatat sangat rutin menggelar pelatihan bagi para petani tembakau dan penyuluh pendamping untuk mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil tembakau.

Kang Bupati – Sugiri Sancoko, dalam sambutan pembukaan Pelatihan Manajemen Agribisnis DBHCHT

Pembukaan dilaksanakan oleh Kang Bupati – sapaan Bupati Sugiri Sancoko – secara langsung. “Saya memiliki harapan yang besar pada komoditas tembakau sebagaimana dulu komoditas ini pernah berjaya bersama dengan komoditas lainnya seperti tebu, cengkeh, dan lainnya. Harapannya di Ponorogo ini dapat menghasilkan bibit unggul karena tembakau rentan terkena serangan penyakit terlebih pada masa curah hujan yang tinggi. Tentunya pemetaan pengembangan kawasan tembakau harus memiliki manajemen yang baik sehingga tidak mengganggu tanaman pangan khususnya padi namun justru mampu saling melengkapi sehingga Ponorogo ke depannya menjadi lumbung pangan dan sentra produksi tembakau,” ujarnya saat membuka Pelatihan Manajemen Agribisnis DBHCHT Tembakau.

Adapun yang menjadi sasaran pada pelatihan manajemen agribisnis kali ini tercatat sebanyak 200 orang yang terdiri dari petani tembakau dari 18 kecamatan di Ponorogo bersama dengan petugas penyuluh pendamping. Kecamatan yang sudah mengembangkan produksi tembakau diantaranya adalah Kecamatan Jenangan, Ngebel, Pulung, Sooko, Sawoo, Sambit, Mlarak, Siman, Balong, Bungkal, Slahung, Jambon, Badegan, Sampung, Sukorejo, Kauman, Pudak dan Ponorogo.

Sugiri Sancoko saat paparan tentang pentingnya pengembangan tembakau yang tidak mengganggu produktivitas tanaman pangan

Menurut Kang Bupati, hasil panen tembakau dari petani harus memiliki spesifikasi yang sesuai dengan tuntutan pabrik, sehingga kualitas dan mutu produk tembakau Ponorogo dapat diterima pasar dan memiliki daya ekonomis tinggi, yang kemudian harapannya akan menambah pendapatan dan kesejahteraan para petani tembakau.

“Petani Ponorogo memiliki andil besar dalam pembangunan di Ponorogo karena menyumbang DBHCHT sebanyak 34 miliar rupiah, dan dari nominal itu 40 persennya dikembalikan kembali kepada petani tembakau dalam berbagai bentuk seperti alat dan mesin pertanian (alsintan), kepesertaan BPJS Ketenagakerajaan, serta bantuan langsung tunai (BLT). Multiplier Effect atau efek domino yang dihasilkan sangat luar biasa kepada sektor ekonomi karena hampir semua yang terlibat merasakan manfaatnya mulai dari petani, pedagang, hingga karyawan yang ada di pabrik pengolahan tembakau beserta seluruh keluarganya,” terang Kang Bupati.

Sunyoto, Ketua APTI Blitar sebagai narasumber menyampaikan kesan baik sinergi antara petani tembakau dan penyuluh pendamping di Kabupaten Ponorogo

Sunyoto, ketua APTI (Asosiasi Petani Tembakau Indonesia) Kabupaten Blitar, yang bertindak sebagai narasumber menyampaikan materi kelembagaan petani tembakau serta budidaya tembakau yang baik sebagai bagian dari manajemen agribisnis untuk menjawab tantangan dan permasalahan pengembangan tembakau pada hari-hari ini. “Saya melihat di Kabupaten Ponorogo ini sudah cukup baik, karena para petani tembakau bersama dengan petugas penyuluh pendampingnya serta dengan Asosiasi (APTI) mampu bersinergi dan berkolaborasi sehingga pengembangan tembakau dapat berjalan optimal. Konsep “no one left behind” tidak ada yang ditinggalkan ini dapat terwujud karena seluruh stakeholder saling terikat, saling memahami, saling bersinergi untuk tujuan yang sama yaitu pengembangan tembakau yang naik kelas khususnya di Kabupaten Ponorogo,” ucapnya.

Petani tembakau terlihat antusias dalam memberikan pertanyaan pada sesi diskusi

Selain menyampaikan materi dan teori, Sunyoto membawakan langsung beberapa jenis varietas unggulan tembakau langsung dari Kabupaten Blitar sehingga para peserta petani dan petugas penyuluh dapat melihat dan merasakan langsung serta membandingkan tingkat mutu dan kualitas dengan varietas yang ada di Kabupaten Ponorogo.

Peserta mengikuti pelatihan dengan antusias

Sesi kedua pelatihan manajemen agribisnis diisi langsung oleh Kepala Bidang Penyuluhan, Ika Niscahyani selaku penanggung jawab kegiatan. Adapun materi yang disampaikan berupa sosiologi pertanian sebagai dasar administrasi kelembagaan petani tembakau. Pada sesi kali ini cukup menarik karena terjadi interaksi yang intens antara narasumber dengan peserta dengan berbagai kuis, pertanyaan, dan diskusi yang ada.

Ika Niscahyani, Kabid Penyuluhan aktif mengajak diskusi peserta pelatihan

“Tentu kami mewakili Bapak Kepala Dinas selaku penyelenggara berharap pelatihan manajemen agribisnis kali ini dapat mendorong para petani beserta penyuluh pendamping untuk naik kelas dengan menjawab persoalan yang ada di lapangan melalui pendekatan scientific atau ilmiah yaitu dengan manajemen agribisnis,” ucapnya.

“Sehingga konsep dalam berbudidaya haruslah mengacu atau berstandar pada kualitas dan mutu yang dibarengi dengan ilmu manajemen, baik itu manajemen waktu tanam, benih berkualitas yang dipakai, alsintan, dan sebagainya. Bahkan, sampai pada tingkat pemasaran harus dibarengi dengan melek teknologi sehingga produk tembakau Ponorogo mampu diterima pabrikan, memiliki kualitas baik, dan menjadi komoditas unggulan,” imbuhnya.

“Tentu, melalui kesadaran pentingnya para petani berkumpul, berorganisasi dan berserikat dalam wadah APTI diharapkan mampu memberikan daya tawar lebih tinggi dan bersama-sama menyejahterakan anggotanya,” pungkasnya. (Bidang Penyuluhan)