MEMPERINGATI HARI TANI NASIONAL KE-60, GOWES BERSAMA

Ponorogo (25/9/2020), Dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional ke-60 Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (DIPERTAHANKAN) Kabupaten Ponorogo menyelenggarakan gowes bersama. Gowes dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 25 September 2020 jam 06.30 – 08.00 WIB. Gowes diikuti oleh seluruh karyawan / karyawati lingkup sekretariat dan bidang-bidang. Selanjutnya dilaksanakan sarapan dan do’a bersama secara sederhana karena masih berada pada masa pandemi covid-19.

Rehat sejenak di Hutan Kota Jeruksing Ponorogo

Menurut Medy Susanto, Plt. Sekretaris DIPERTAHANKAN, petani merupakan bagian dari DIPERTAHANKAN jadi kita juga ikut memperingati Hari Tani Nasional.

“Walaupun petani banyak tuntutan namun itulah dinamika, sebagai seorang aparatur pertanian kita harus berpihak pada para petani,” ungkapnya.

“DIPERTAHANKAN harus berusaha untuk membantu para petani menjadi petani yang modern, cerdas dan tidak tertinggal dari yang lain,” imbuhnya.

Andi Susetyo, Kepala DIPERTAHANKAN tetap semangat saat gowes

Hari Tani Nasional sendiri merupakan bentuk peringatan dalam mengenang sejarah kaum petani serta membebaskannya dari penderitaan.

Ada sejarah penting sebelum disahkan melalui Kepres RI No. 169 tahun 1963. Sedikit mundur kebelakang, Sejak lepas dari cengkraman Belanda, pemerintah Indonesia selalu berusaha merumuskan UU Agraria baru untuk mengganti UU Agraria kolonial.

Pada tahun 1948, ketika itu ibu kota Republik Indonesia (RI) berkedudukan di Yogyakarta. Penyelenggara negara membentuk panitia agraria Yogya. Namun, akibat gejolak politik, usaha itupun kandas.

Setelah diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949 dan persetujuan antara Republik Indonesia dengan Belanda, atas pengakuan kedaulatan politik Negara Indonesia, maka ibukota RI kembali ke Jakarta.

Kemudian, Panitia Agraria Yogya diteruskan di Jakarta pada tahun 1951, dengan nama Panitia Agraria Jakarta. Dalam perkembangannya, berbagai panitia yang telah terbentuk, gagal dan tersendat-sendat. Panitia Agraria Jakarta yang sempat berhenti diteruskan oleh Panitia Soewahjo (1955), Panitia Negara Urusan Agraria (1956), Rancangan Soenarjo (1958) dan Rancangan Sadjarwo (1960).

Melalui prakarsa Menteri pertanian 1959, Soenaryo. Rancangan Undang-Undang itu dibahas Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) yang kala itu dipimpin Zainul Arifin.

Kemudian, pada 24 September 1960, RUU tersebut disetujui DPR sebagai UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, atau dikenal dengan Undang-Undang Pembaruan Agraria (UUPA). UU Pokok Agraria menjadi titik awal dari kelahiran hukum pertanahan yang baru mengganti produk hukum agraria kolonial.

UUPA merupakan kebijakan hukum yang mengarah pada bidang agraria dalam usaha mengurus dan membagi tanah dan sumber daya alam lainnya yang terkandung di dalamnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, dimana dasar politik hukum agraria nasional dinyatakan dalam teks asli UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Keberadaan UUPA ini dimaksudkan sebagai titik balik dari politik hukum Agraria kolonialisme yang sangat membela kepentingan negara kolonial (penjajah) dan feodal pada masa itu. Pemahaman terhadap momentum Hari Tani harus ditempatkan pada prospek sejarah sebagai sebuah upaya untuk mengembalikan esensi perjuangan para petani.

Pada tanggal 24 September, terbit peraturan negara berupa undang-undang yang menjadi ruh perjuangan petani di Indonesia, yakni Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Maka setiap tanggal 24 September ditetapkan sebagai Hari Tani Nasional.

Menurut Andi Susetyo, Kepala DIPERTAHANKAN, kita ikut berpartisipasi memperingati Hari Tani Nasional dengan ikut meng-share ucapan Selamat Hari Tani Nasional di media sosial dan melaksanakan kegiatan Gowes Bersama ini.

“Bismillah niat kita bekerja seikhlas mungkin untuk menjalankan program-program pemerintah dalam membantu petani sehingga mempunyai nilai pahala bagi kita,” ajaknya.

Selanjutnya Kepala DIPERTAHANKAN juga menghimbau seluruh aparatur DIPERTAHANKAN untuk menjaga netralitas ASN menjelang Pilkada di Kabupaten Ponorogo ini.

“Dalam era mendekati Pilkada ini, kita harus hati-hati karena masyarakat selalu memonitor kegiatan kita, jangan sampai ada masalah,” pesannya.

“Kita bekerja mengabdi pada petani agar petani lebih maju dan sejahtera di masa yang akan datang,” pungkasnya.