Pelatihan Pembuatan Ramuan Ajaib Biosaka di Kecamatan Pulung

PONOROGO – Rabu, 21 Desember 2022, telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi dan pembuatan Biosaka, yang bertempat di Sanggraloka Sekar Wilis, Desa Kesugihan, Kecamatan Pulung. Hadir dalam acara tersebut, yaitu Koordinator POPT se-Kabupaten Ponorogo Suwarni, POPT Kecamatan Pulung Soeprapto, rekan-rekan penyuluh pertanian BPP Kecamatan Pulung, serta perwakilan petani dari masing-masing kelompok wilayah Pulung bagian Utara. Sebelumnya, kegiatan serupa juga telah sukses dilaksanakan di wilayah Pulung bagian Barat yang bertempat di Desa Sidoharjo (7/12), dan wilayah Pulung bagian Timur yang bertempat di Desa Singgahan (14/12).

Kegiatan pelatihan pembuatan Biosaka di Sanggraloka Sekar Wilis, Desa Kesugihan

Kegiatan pelatihan pembuatan biosaka ini dapat terwujud berkat inisiatif dari KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) Kecamatan Pulung, sebagai respon KTNA terhadap kabar baik yang beberapa waktu terakhir ini sedang menjadi topik hangat di kalangan petani, terutama melalui media sosial Facebook dan YouTube. Tidak ingin ketinggalan, petani kecamatan Pulung pun tertarik ingin membuat dan membuktikan keajaiban ramuan Biosaka ciptaan petani asal Blitar, Muhamad Anshar.

Suwarni, selaku Koordinator POPT Kabupaten Ponorogo, sangat mengapresiasi kegiatan ini dan menyampaikan bahwa pengaplikasian Biosaka dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia.

“Tentunya, hal ini menjadi angin segar dikala harga pupuk kimia kian melambung tinggi, dan jumlah pupuk subsidi yang semakin dikurangi,” ujarnya.

Prof. Dr. Ir. Robert Manurung, M.Eng., seorang pakar teknologi Bioproduk dari ITB, menjelaskan bahwa biosaka bukanlah  pupuk ataupun ZPT, melainkan merupakan elisitor yang mampu memberikan sinyal atau rangsangan pada tanaman untuk dapat tumbuh lebih kuat, sehat, dan lebih tahan terhadap OPT.

Pemaparan materi pembuatan Biosaka oleh POPT Kecamatan Pulung dan Koordinator POPT Kabupaten Ponorogo

Soeprapto menjelaskan bahwa menurut penemunya, Biosaka diramu dari berbagai jenis rumput-rumputan/tanaman, minimal 5 jenis tanaman sebanyak satu genggaman tangan.

“Semakin banyak jenis tanaman yang digunakan, biosaka yang dihasilkan akan semakin baik. Tanaman yang digunakan harus benar-benar sehat dan sempurna, tidak terserang hama dan penyakit, tidak terdapat mosaik atau semburat perbedaan warna daun, tidak keriting, dan tidak berlubang-lubang akibat serangga hama,” jelasnya.

“Proses pembuatan biosaka juga cepat dan mudah, yaitu rumput yang ada di genggaman hanya perlu diremas-remas di dalam ember berisi air sebanyak 5 liter, dengan kedua tangan hingga homogen. Untuk mencapai keadaan homogen membutuhkan waktu rata-rata 20 menit,” lanjutnya.

“Hal yang perlu diperhatikan adalah ketika proses peremasan biosaka, harus dilakukan dengan senang hati dan penuh perasaan, tidak boleh terlalu keras, dan  sesekali ramuan biosaka diaduk berlawanan arah dengan jarum jam. Setelah homogen, biosaka dapat langsung diaplikasikan. Namun, untuk meyakinkan biosaka yang dibuat dikatakan berhasil dan homogen adalah jika disimpan selama 3 hari dalam botol plastik mineral terdapat tanda-tanda, berupa: tidak mengendap, tidak timbul gas, bibir permukaan membentuk pola cincin, ramuan biosaka terlihat pekat dan mengkilap, bisa berwarna hijau/biru/merah sesuai dengan warna rumput/daun yang digunakan,” imbuhnya.

“Biosaka yang homogen ini dapat disimpan hingga 5 tahun. Tanaman yang digunakan untuk biosaka lebih banyak memanfaatkan gulma di sekitar areal persawahan, yang selama ini dianggap sebagai tumbuhan penggangu bagi tanaman utama. Tanaman liar ini dapat tumbuh subur dengan sendirinya, seperti di pematang, pekarangan rumah, lahan yang terlantar, pinggir jalan, dan bahkan di bebatuan dan tembok-tembok rumah. Semakin ekstrim tempat tumbuhnya, maka biosaka yang dihasilkan juga akan semakin baik,” pungkasnya.

Pencarian rumput/ tanaman liar untuk ramuan Biosaka

Dilansir dari Ditjen Tanaman Pangan dalam artikel “Menguak Misteri Biosaka”, tanaman yang selama ini disebut gulma, ternyata memiliki banyak manfaatnya. Tanaman tersebut diketahui memiliki kandungan senyawa fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, tanin, fenolik dan kuinon.  Alkaloid berfungsi sebagai pelindung tanaman dari penyakit, serangan hama, sebagai pengatur perkembangan, dan sebagai basa mineral untuk mengatur keseimbangan ion pada bagian-bagian tanaman. Salah seorang petani dari Desa Sidoharjo yang mengikuti pelatihan ini dua Minggu lalu, yaitu Bapak Danang Haryono, ikut merasakan manfaatnya dari penggunaan biosaka pada pertanaman jagungnya. Meskipun baru 2x penyemprotan biosaka, menurutnya biosaka mampu mengurangi penggunaan pupuk kimia sebanyak 30% di lahannya. Penyemprotan sangat cepat, dengan sistem pengabutan dan hanya sekali jalan. Dosis yang diperlukan juga sangat sedikit, yaitu 40 ml per 1 tangki (16 L). Sisanya dapat disimpan untuk digunakan pada aplikasi selanjutnya. Bapak Danang menyampaikan rasa optimisnya untuk terus menggunakan biosaka ini sebagai alternatif solusi dari mahalnya pupuk kimia di lahannya, dan berharap teknologi ini dapat dirasakan juga manfaatnya oleh petani lainnya.

Hasil Pengaplikasian Biosaka oleh petani