Pembelajaran SL-Tematik Genta Organik sebagai Solusi Pupuk Mahal

PONOROGO – Dalam rangka mendukung pemberdayaan petani, SL-Tematik Genta Organik melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini meliputi materi dan praktek langsung dalam membuat pupuk organik padat, Mikroorganisme Lokal (MOL), Biosaka, dan pengembangan agensi hayati yang dilaksanakan selama 3 hari mulai  tanggal 4 – 6 April 2023 di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Jetis.

Hadi Suyanto, Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan Jetis, dalam sambutannya menyampaikan bahwa jerami padi di Kecamatan Jetis sangat melimpah ruah. Petani seharusnya mampu mengolah dan memanfaatkan sumber organik tersebut dengan tepat. Tetapi, pada kenyataannya masih ada petani yang membakar jerami di lahan yang justru akan mengakibatkan unsur hara yang terkandung hilang.

Dwi Purnomo memaparkan tentang pentingnya bahan organik

Dwi Purnomo dari Polbangtan Malang menyampaikan bahwa bahan organik merupakan komponen yang berjumlah paling sedikit dalam komponen tanah. Hukum Minimum Liebig menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman ditentukan oleh unsur yang tersedia paling rendah. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa walaupun ketersediaan bahan organik di tanah paling sedikit, tetapi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. “Kandungan bahan organik yang ada dalam tanah ini juga sangat berpengaruh terhadap penggunaan pupuk kimia, khususnya urea. Semakin tinggi kandungan bahan organik di tanah maka penggunaan urea juga semakin sedikit,” ujarnya.

Praktek pembuatan pupuk organik padat

Lebih lanjut Dwi Purnomo memaparkan bahwa pemanfaatan bahan organik selain jerami dapat diperoleh dari kotoran ternak, sekam, dan bekatul. Bahan organik tersebut dapat diolah menjadi pupuk organik padat dengan penambahan Mikroorganisme (EM4) dan tetes. EM4 ini berfungsi sebagai pengurai dalam proses fermentasi dan tetes sebagai sumber makanan dari mikroorganisme tersebut. Dalam proses pembuatan pupuk organik padat, bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang ada di sekitar kita dan mudah didapat. Hal ini tentunya akan semakin mengurangi biaya produksi dalam budidaya pertanian.  

Lisa Nafitasari menyampaikan materi tentang MOL dan agensi hayati

Sejalan dengan apa yang disampaikan Dwi Purnomo, Lisa Nafitasari dari Polbangtan Malang juga mengatakan bahwa mikroorganisme yang bermanfaat dalam pertanian juga dapat diperbanyak sendiri oleh petani yang sering disebut dengan Mikroorganisme Lokal (MOL). Dalam pembuatan mol, bahan yang digunakan harus memenuhi 3 komponen, yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber bakteri. Mol ini bersifat spesifik lokasi, yang artinya pemanfaatan sumber bahan-bahan mol harus berasal dari lingkungan sekitar lokasi pembuatan dan pemanfaatan. Fungsi dari mol adalah sebagai pupuk cair serta sebagai starter kompos (mempercepat penguraian).

Praktek pengembangan agensi hayati Beauveria bassiana

Lisa juga menyampaikan bahwa salah satu cara memecahkan masalah kesuburan tanah dan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah dengan pengembangan agensi hayati. Agensi hayati adalah sebutan untuk musuh alami dari hama dan penyakit yang menyerang tanaman pertanian, berupa mikroorganisme, jamur, atau bakteri dan predator. Sebagai contoh adalah Plant Growth Promoting Rhizobacter (PGPR), Plant Growth Promoting Fungi (PGPF), Trichoderma, dan Beauveria bassiana. “Kelebihan dari agensi hayati adalah bersifat selektif, yaitu hanya menyerang ke sasaran OPT dan tidak akan menyerang organisme yang bermanfaat bagi tanaman, tidak ada efek samping, tidak menimbulkan resistensi OPT sasaran, serta relatif murah,” paparnya.

Praktek pembuatan biosaka

Lebih lanjut Lisa menerangkan bahwa disamping mempunyai berbagai kelebihan yang ada, agensi hayati juga mempunyai kekurangan yaitu sistem kerja yang lambat karena membutuhkan waktu untuk pertumbuhannya. Selain itu, agensi hayati lebih optimal untuk pencegahan dan bukan pengobatan. Hal inilah yang menjadi tantangan petani untuk lebih telaten dan mengurangi berfikiran instan.

Praktek pembuatan MOL

Untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan petani, peserta kegiatan diajak langsung mempraktekkan pembuatan pupuk organik padat, Mikroorganisme Lokal (MOL), Biosaka, dan agensi hayati Beauveria bassiana. Selanjutnya, peserta diharapkan mau dan mampu memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitarnya untuk mewujudkan perrtanian yang ramah lingkungan. (indah_pras)