Pupuk Gurem

Oleh MASUN

Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Ponorogo

Ada hewan kecil yang dalam diksi Jawa dinamai gurem. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutnya guram. Artinya, kutu pada ayam yang sedang mengeram dan sebagainya, atau kecil dan tidak bermutu. Lalu, kata gurem dapat membentuk frase : petani gurem. Yakni petani kecil–biasa memiliki lahan kurang dari 0,25 hektare (KBBI).

Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) juga menciptakan definisi mengenai rumah tangga petani gurem. Yakni rumah tangga pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan kurang dari 0,50 hektare. Jadi, baik menurut KBBI maupun BPS, petani gurem atau rumah tangga petani gurem ialah petani kecil dan tidak berkualitas. Awam menyebutnya wong cilik. 

Jumlah wong cilik (baca : petani gurem) ternyata mayoritas. Sensus Pertanian 2013 menguak jumlah petani gurem di Ponorogo mencapai 149.562 rumah tangga atau setara 83,57 persen dari 178.958 rumah tangga petani pengguna lahan. Rerata luas sawah dan luas lahan pertanian nonsawah yang dikelola rumah tangga petani di Ponorogo masing-masing 0,14 hektare atau hanya satu kotak (BPS, 2013). Luasan yang jauh dibawah skala keekonomian dalam usahatani.

Bandingkan dengan hasil analisis Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian. Pada dekade lalu luas lahan minimal budidaya padi, jagung, dan kedelai agar mampu menghasilkan pendapatan setara atau diatas garis kemiskinan BPS ialah 0,65, 1,12 dan 0,74 hektar (Susilowati dan Maulana, AKP Vol 10:2012). Bahkan, penelitian lebih anyar menyebut luas minimal budidaya padi untuk memenuhi kebutuhan petani ialah satu hektar (Setiawan dan Munajat, JASEP Vol 5:2019).

Fakta miris ini mendorong Pemkab Ponorogo menggulirkan kebijakan kemudahan akses agroinput bagi petani gurem. Tujuannya membantu meringankan beban biaya yang dibayar petani. Dengan demikian petani diharapkan memperoleh selisih lebih pendapatan. Agroinput yang lazim difasilitasi (baca : dibantu) oleh pemerintah diantaranya benih, pupuk, dan pestisida.

Fasilitasi pupuk paling didamba oleh petani karena memakan biaya hingga 60 persen pendanaan agroiput. Pun, pupuk adalah agroinput yang sering dikeluhkan oleh petani, baik suplai maupun harganya. Ini sesuai simpulan survei kami terhadap 986 kelompok tani di Ponorogo pada semester II 2022. Sebanyak 50,6 persen responden mengeluh terbatasnya alokasi pupuk subsidi dan mahalnya harga pupuk nonsubsidi.

Data tahunan (Januari 2022 ke Januari 2023) alokasi pupuk subsidi memang mengalami kenaikan. Urea dari 27.436 ton (Januari 2022) menjadi 28.943 ton (Januari 2023). Pun, NPK dari 13.880 ton menjadi 14.840 ton. Namun, alokasi tersebut hanya 93,53 persen dan 44,87 persen dari usulan e-RDKK urea dan NPK. Kekurangan alokasi ini diperkecil melalui program bantuan pupuk nonsubsidi bagi petani gurem. Karena itulah program ini disebut program pupuk gurem.

Pada tataran operasional teknokratis, program pupuk gurem diprioritaskan bagi petani super gurem. Yakni petani yang lahan garapannya maksimal satu kotak alias 0,14 hektare. Jumlah petani super gurem yang terekam pada aplikasi e-alokasi pupuk subsidi 2023 sebanyak 33.512 orang. Adapun total luas lahan garapan mereka mencapai 3.965,71 hektare. Namun, karena keterbatasan pendanaan maka program pupuk gurem hanya mampu menyasar 20 persen petani super gurem dan 19,54 persen luas garapan mereka.

Program pupuk gurem merupakan satu diantara tiga skema penyelesaian problem pupuk bagi petani. Lainnya adalah membangun kemitraan hulu hilir agrosolution dan penderasan penciptaan kelompok tani mandiri pupuk organik.

Jadi, kata gurem ternyata melahirkan dua frase : petani gurem dan pupuk gurem.(*)

Sumber : Harian Radar Madiun Jawa Pos Group edisi terbit 11  April 2023